Mahasiswa Terpapar Radikalisme - kontra narasi islam

Opini

test banner
LightBlog

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Mahasiswa Terpapar Radikalisme

Share This
*Mahasiswa Terpapar Radikalisme*

BNPT menemukan banyak kampus di Indonesia terpapar radikalisme. Hal yang sudah lama terjadi di belahan dunia yang lain seperti Mesir. Pada era 1970an, di univ Asyut, khususnya di fakultas kedokteran terdapat banyak fenomena radikalisme. Ini kemudian bermetamorfosis menjadi sel terorisme yang mengangkat senjata melawan pemerintah.

Fenomena ini sering diawali dengan banyaknya mahasiswa yang memanjangkan jenggot dan mahasiswi yang memakai cadar. Selain itu, mereka tdk segan2 memisahkan tempat duduk antara laki2 dan perempuan, yg sebelumnya tdk dianggap sbg masalah.

Fenomena tsb tampaknya merambah Indonesia dan terjadi persis sama.

Paham radikal mengandung komitmen ekstra dibandingkan dgn komitmen yg ada pada paham arus utama, yaitu komitmen perjuangan dan pengorbanan tinggi jiwa raga harta. Sementara yg umum berlaku hanya menuntut ketaatan vertikal dan horizontal dlm takaran normal, tanpa beban tambahan yg merupakan misi kelompok.

Tanpa disadari paham radikal adalah paham yg bermasalah, baik secara substansi ajaran agama maupun dlm hubungannya dgn realitas yg ada.

Tdk semua yg diajarkan dlm agama bersifat wajib, ada yg Sunnah dan mubah. Artinya, perintah agama tak selalu harus diterapkan. Di sana ada yg tak berdosa ditinggalkan jika hukumnya Sunnah.

Demikian juga dgn larangan, tdk semua hrs ditinggalkan. Tingkat larangan ada yg haram dan ada yg makruh. Yg haram bersifat mutlak dan yg makruh bersifat anjuran, yg artinya dimungkinkan utk melakukan larangan tapi dgn konsekuensi hilangnya pahala. Sebutlah seperti cara berpakaian atau berpenampilan, ulama arus utama (NU dan Muhammadiyah) cenderung bersifat kompromis dgn standar kepatutan umum. Celana "cingkrang" meski ada rujukan dalilnya, Krn ia tdk bersifat wajib, ulama lebih memilih utk tdk menerapkannya Krn tdk sesuai dgn nilai estetika atau keindahan. Banyak lagi hal lain seputar masalah penampilan yg ulama lebih memilih sesuai ukuran budaya setempat.

Sebaliknya, paham radikal justru menginginkan melawan arus dan mengabaikan pertimbangan budaya demi menjalankan ajaran yg sebenarnya tak wajib/ mutlak. Mereka yg baru belajar Islam tak mengetahui hal itu dan dia mengikuti saja apa yg diajarkan ustaznya. Mereka tdk sadar bhw mereka telah diajak utk mewajibkan sesuatu yg tak wajib dan mengharamkan sesuatu yg tdk haram. Artinya, ia telah berada dlm asuhan paham yg acap bersikap berlebihan dlm beragama.

Oleh penyebar paham radikal, potensi kritis mahasiswa dimanfaatkan utk merekrut anggota baru dgn dalih bhw apa yg banyak berlaku selama ini telah melenceng dari ajaran yg benar. Bhw kondisi umat Islam telah terpuruk Krn ke luar dari ajaran yg benar.

Di sini kondisi perekonomian umat Islam dan hegemoni barat atas dunia dijadikan bukti empiris dlm menawarkan paham baru agar terjadi perubahan radikal, tanpa menyadari bhw siapa pun pemimpin umat Islam sedang memperjuangkan hal itu, tetapi tdk sesederhana itu mengatasinya. Di sini potensi kritis termakan oleh pandangan baru yg semua isinya adalah penyederhanaan masalah. Mereka tdk sadar bhw kesuksesan hanya bisa dicapai melalui proses yg berkesinambungan.

Ibrahim Musa menyebutkan pepatah Arab yg berbunyi "Barang siapa terburu-buru melakukan sebelum waktunya, maka akan diharamkan menuai hasilnya". Inilah yg terjadi di banyak gerakan Islam radikal, saat mereka pada akhirnya tak mampu mewujudkan kejayaan umat Islam dan yg terjadi justru sebaliknya, malapetaka yg tiada henti. Gerakan kritis, bagaimanapun, tak bisa mengalahkan sunnatullah bhw perubahan itu berproses, dan selain itu hanya retorika yg tak ubahnya pepesan kosong.

Pandangan bhw kemunduran umat dikarenakan tdk menjalankan syariat pun hanya merupakan penyederhanaan masalah. Mempararelkan pengamalan ajaran agama dgn kesuksesan duniawi juga tdk bisa diterima sepenuhnya. Apakah orang yg taat beragama mesti hrs kaya? Lalu bagaimana dgn mereka yg taat tapi miskin, apa bisa disimpulkan bhw dia miskin Krn tdk menjalankan syariat?

Apakah benar pemerintah tdk menjalankan syariat? Bukankah penjahat dihukum, koruptor juga demikian, masjid didirikan, sekolah Islam dibangun, orang miskin dibantu, orang sakit dibiayai, anak miskin dibiayayai pendidikannya, ziarah ke tanah suci dikelola, Palestina diperjuangkan? Apakah semua ini tak termasuk menjalankan syariat? Masalah apapun tdklah sederhana, paham radikal menjual retorika dan mahasiswa kritis termakan olehnya.
Dr. Achmad Murtafi Haris, dosen UIN Sunan Ampel Surabaya

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages